October 04, 2024

Konsensus Warga untuk Transportasi Publik Bandung Terintegrasi dan Inklusif: Pesan untuk Calon Pemimpin Selanjutnya

Oleh Fani Rachmita, Sr. Communications & Partnership Manager ITDP Indonesia

Selama dua hari penuh, hampir seratus partisipan dari berbagai komunitas, organisasi, akademisi, hingga dinas-dinas teknis Kota Bandung berkumpul untuk merayakan Hari Perhubungan Nasional. Bukan sembarang pertemuan, dalam dua hari tersebut, para peserta sepakat merumuskan sebuah konsensus yang berorientasi pada kebutuhan bermobilitas warga kota. Konsensus ini adalah sebuah pesan bersama untuk menciptakan Kota Bandung yang dapat memberikan kenyamanan dan keamanan dalam bermobilitas bagi setiap orang, termasuk kelompok rentan. 

Kota Bandung kini tengah memasuki era transformasi dengan rencana pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya. Ini adalah sebuah langkah besar dalam menciptakan sistem transportasi publik yang cepat, efisien, dan andal. Namun, di balik megahnya rencana tersebut, ada satu hal yang tak boleh luput dari perhatian: bagaimana memastikan bahwa setiap orang, termasuk pejalan kaki dan pesepeda, dapat mengakses sistem ini dengan mudah dan aman. Bukan hanya soal membangun stasiun dan jalur BRT, tapi juga bagaimana mempermudah akses dari rumah hingga ke halte dan sebaliknya (First-Mile Last-Mile). 

Turun ke Jalan, Mengamati Kebutuhan  

Pada hari pertama lokakarya, para peserta turun ke jalan, merasakan langsung kondisi infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda di sekitar rute-rute BRT yang direncanakan. Peserta berjalan kaki dan bersepeda melalui lima rute di sekitar rencana pemberhentian BRT Bandung Raya untuk menilai kondisi infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda. Selama kunjungan, peserta mencatat potensi peningkatan fasilitas dan masalah yang masih dihadapi. 

Trotoar yang rusak dan tidak menerus, kurangnya penyeberangan yang selamat dan aman, rambu-rambu yang tidak memadai utamanya bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, serta berbagai pelanggaran di jalur pejalan kaki dan pesepeda menjadi catatan dari peserta. Pengalaman turun ke lapangan ini menegaskan kebutuhan warga dalam bermobilitas aman dan nyaman serta aksesibilitas yang inklusif wajib dibangun agar Kota Bandung dapat dinikmati oleh semua kalangan.  

Membangun Konsensus: Bandung untuk Semua  

Catatan-catatan di lapangan kemudian menjadi dasar untuk mengerucutkan isu. Para peserta lintas dinas, komunitas dan organisasi mendiskusikan isu-isu ini di kelompok-kelompok kecil selama dua hari penuh hingga akhirnya mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam Konsensus bertajuk “Mewujudkan Bandung yang Berorientasi Manusia Melalui Transportasi Publik yang Terintegrasi dan Inklusif”. Konsensus ini adalah cerminan dari harapan banyak orang tentang bagaimana Bandung seharusnya berkembang, setelah BRT Bandung Raya terimplementasi. Kota yang bukan hanya maju dalam pembangunan transportasi publiknya, tapi juga kota yang dapat diakses dengan aman dan nyaman oleh semua penghuninya. Beberapa poin utama yang disepakati dalam konsensus meliputi: 

1. Perencanaan Tata Ruang yang Inklusif

Konsensus ini menyerukan komitmen pemerintah untuk memasukkan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda ke dalam rencana tata ruang, termasuk Rencana Strategis, Peraturan Daerah dan RPJMD, sehingga tidak hanya kendaraan bermotor yang menjadi prioritas pembangunan.

2. Pelibatan Masyarakat dan Kelompok Rentan

Suara masyarakat, terutama kelompok rentan, harus didengar dalam setiap tahap perencanaan, pembangunan, dan evaluasi. Lewat Musrenbang, FGD, dan pertemuan lainnya, mereka dapat berpartisipasi aktif dalam memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun benar-benar memenuhi kebutuhan semua kalangan. 

3. Kolaborasi Antardinas

Untuk menciptakan transportasi yang aman dan nyaman, kolaborasi lintas dinas sangat penting. Polisi, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, hingga Dinas Kesehatan harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan pengguna jalan, terutama pejalan kaki dan pesepeda. 

4. Sistem Transportasi Terintegrasi

Transportasi publik harus terhubung dengan jalur pejalan kaki dan pesepeda. Penyeberangan yang aman, seperti pelican crossing, perlu disediakan untuk memfasilitasi semua pengguna jalan, termasuk penyandang disabilitas. 

5. Teknologi Assistive untuk Aksesibilitas

Bandung yang inklusif adalah Bandung yang dapat diakses oleh semua orang, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Teknologi assistive seperti lift dan ramp, serta sistem informasi yang mudah dipahami dan inklusif (baik dalam bentuk fisik maupun digital) adalah elemen penting dalam mewujudkan hal ini. 

6. Penegakan Hukum dan Edukasi

Penegakan hukum harus lebih tegas dan dilakukan secara menerus terhadap pelanggaran di trotoar dan jalur sepeda, disertai dengan edukasi yang berkelanjutan melalui media sosial dan program di sekolah. Edukasi ini penting untuk membentuk perilaku masyarakat yang lebih tertib dan peduli terhadap sesama pengguna jalan. 

Pesan untuk Pemimpin Bandung Selanjutnya 

Konsensus ini tidak hanya menjadi hasil dari lokakarya, tetapi juga sebuah pesan yang kuat untuk calon pemimpin Kota Bandung berikutnya. Saat Pilkada semakin dekat, konsensus ini hadir sebagai pengingat bahwa transportasi publik yang inklusif dan terintegrasi adalah salah satu kunci untuk membangun kota yang benar-benar ramah manusia. 

Warga Bandung tidak hanya menginginkan kota yang modern dan maju secara infrastruktur, tetapi juga kota yang peduli terhadap kebutuhan semua warganya. Kolaborasi yang kuat, pelibatan aktif masyarakat, serta penegakan hukum yang konsisten menjadi harapan bagi masa depan kota ini. Bandung yang terhubung, aman, dan inklusif dapat menjadi kenyataan jika pemimpin yang baru mampu mendengarkan aspirasi ini dan menjadikannya prioritas dalam kebijakan publik. 

Dengan langkah-langkah nyata ini, Bandung bisa menjadi kota yang lebih manusiawi, memberikan akses mobilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi semua orang—tanpa terkecuali. 

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend